Kemenangan kemarin juga sekali lagi menunjukkan kehebatan Juventus yang belum terkalahkan selama 24 pertandingan. Catatan ini bertambah impresif ketika faktanya Juventus memiliki pertahanan terbaik diliga bahkan diseantero Eropa. Apakah semua ini menjadi jaminan Juventus akan merengkuh Scudetto? Tentu saja tidak. Terlalu banyak variable-variable penentu yang wajib dilewati oleh Juventus. Kasus cidera seperti musim lalu tetap menjadi momok Juventus dalam mengarungi musim. Belum lagi dengan skorsing seperti yang dialami Milan. Kisruh intern juga berpotensi menghentikan streak kemenangan. Namun ada satu hal yang luput dari perhatian orang banyak. Satu hal yang terbukti membuat Juventus sering tergelincir melawan tim medioker. Satu hal yang jelas-jelas membuat Juventus mengumpulkan poin seri terbanyak di Eropa musim ini. Apa itu? Apa sebenarnya kelemahan Juventus?
Statistik Juventus musim ini mencatat gol memasukkan kegawang lawan berjumlah 33 gol dari 21 pertandingan. Hal ini berarti bahwa Juventus, adalah satu-satunya penguasa klasemen, dengan lini depan terlemah di Eropa. Real Madrid di Liga Spanyol misalnya. Mereka menciptakan 71 gol dari 21 kali pertandingan. Diposisi kedua muncul Barcelona dengan 61 gol. Kemudian berpindah ke Liga Inggris. Manchester City menciptakan 64 gol dari 24 pertandingan, sementara itu diurutan kedua, Manchester United, mampu membobol sebanyak 59 kali. Tidak fair membandingkan dengan tim tersebut?
Mari kita lihat liga “kasta kedua” lainnya. Di Jerman, Dortmund bercokol dipuncak klasemen dengan menorehkan catatan memasukkan gol sebanyak 45 disusul Bayern Muenchen sebanyak 47 dari 20 pertandingan. Paris Saint Germain di Liga Perancis juga sanggup membobol lebih banyak gol dengan 38 disusul Montepellier dengan 42 gol dalam 22 pertandingan. PSV Eindhoven dan Twente di Liga Belanda pun sanggup membobol diatas 50 gol dalam 20 pertandingan.
Catatan lain yang cukup mengenaskan adalah top skor tim yang jauh tertinggal dari tim-tim lainnya. Walaupun tidak semuanya menempati posisi puncak top skor sementara namun setidaknya mereka mampu menciptakan belasan gol dan berada minimal diposisi 4 besar top skor sementara. Di Spanyol misalnya. CR 7 menduduki peringkat 1 top skor liga dengan 24 gol. Sementara itu Gonzalo Higuain berada di posisi 3 dengan 14 gol. Mereka berdua mampu mengemas total 38 gol bagi timnya. Hal ini berarti mereka berdua saja sanggup melebihi seluruh catatan gol Juventus musim ini. Belum lagi ditambah oleh Karim Benzema dengan 10 golnya.
Kemudian di Inggris, Sergio Aguero, walaupun tidak tercatat sebagai top skor klasemen namun tetap sanggup mengoleksi belasan gol (15). Begitu juga dengan Edin Dzeko (12 gol). Mereka berdua menempati posisi 3 dan 4 top skor sementara Liga Inggris.
Tidak berbeda dengan Liga Jerman dimana Robert Lewandowski dari Dortmund mampu membuat 14 golnya bagi timnya dan menduduki posisi 4 top skor klasemen. Pun demikian dengan Liga Perancis yang diwakili Olivier Giroud dari Montpellier dengan 15 gol dan Nene dari PSG dengan 11 gol. Mereka berdua menempati posisi pertama dan kedua. Liga Belanda malah lebih seru. Luuk De Jong dari Twente sebagai top skor sementara mampu mencetak 15 gol. Sementara pemimpin klasemen, PSV, mampu menumbangkan 3 pemainnya dalam top charts melalui Dries Martens (14 gol), Ola Toivonen dan Tim Matavs (11 gol).
Sementara itu di Italia, pemimpin sementara klasemen hanya menempatkan top skor timnya diperingkat 6 dengan 9 gol melalui Alessandro Matri. Mirko Vucinic sendiri hanya mampu menciptakan 3 gol. Simone Pepe, winger yang menjadi striker ditangan Conte, ternyata justru sanggup menciptakan 2 gol lebih banyak daripada Vucinic. Bahkan Martin Caceres, yang notabene seorang bek, sanggup mengoleksi gol lebih banyak dari Borriello yang telah berlatih sebulan lebih awal dengan tim.
Catatan statistik Juventus cukup menakjubkan khususnya bila dilihat dari prestasi musim lalu. Saat ini Juventus bahkan menjadi tim dengan ball possession terbaik di Liga. Permainan high pressing-nya pun mulai menjadi buah bibir. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa lini tengah Juventus memiliki MVP dengan Pirlo sebagai konduktornya. Tercatat berkali-kali Juventus menciptakan peluang namun sanggup menjaga gawangnya dari serangan balik. Hal ini menunjukkan bahwa lini tengah (MVP) sudah melakukan tugasnya dengan maksimal. Begitu pun dengan lini belakang yang bahkan mampu mencatatkan diri sebagai pertahanan terkuat di Eropa. Jadi semua ini salah lini depan???
Membahas lini depan Juventus memang seperti memakan buah simalakama. Tidak jarang terlontar tuduhan mengenai anti Matri, anti Vucinic dan anti Pepe. Hal ini sangat disayangkan karena menelaah suatu topik tidak bisa melihat dari sisi baiknya saja. Jika hendak objektif maka wajib hukumnya untuk menelaah dari berbagai segi. Hal ni berarti juga bahwa menelaah dari segi negatif tidak dapat dikatakan sebagai sikap anti terhadap keseluruhan topik tersebut.
Salah satu jurnalis Italia bahkan dengan arogan menuduh semua pihak yang meragukan Matri sebagai pihak yang tidak mengerti bola. Ia kemudian menunjukkan statistik bahwa Matri justru berada diatas Ibrahimovic dan bahkan Trezeguet. Saya hanya tersenyum melihat statistik tersebut. Rasanya hendak menempelkan papan klasemen top skor sementara kejidatnya untuk menunjukkan bahwa statistik tidak berarti apa-apa dilapangan.
Jurnalis adalah pecinta statistik. Dalil tidak akan valid apabila tidak terdapat data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun dalam kenyataannya semua tidak ada yang dapat menjamin kecuali kerja keras. Respek terhadap pemain akan tumbuh subur bila mereka berlarian kesana kemari mengejar bola, membantu temannya dan berjuang habis-habisan dilapangan demi tujuan tim. Matri, Vucinic dan Pepe adalah tipe pemain tersebut. Grinta! They are true Juventino. Bagian tak terlepaskan dari kesuksesan Juventus sampai saat ini. Namun tentu mata ini tidak dapat dibohongi. Walaupun statistik mereka mendukung namun tentu ukuran kehebatan seorang striker adalah gol. Tidak ada satupun yang menyangsikan Fernando Torres sebagai goal getter sejati. Begitu pun dengan Andrei Shevchenko. Namun seretnya gol dari kaki mereka membuat tim harus membayar mahal dengan hilangnya poin dipapan klasemen. They are all strikers afterall. They have to scores! It’s their natural job. Jadi semua ini salah lini depan??? Sabar. Jangan dulu terburu-buru menghakimi suatu hal. Berikut penjelasan lebih lanjut.
Sebetulnya blog ini sudah dari awal mengindikasi kelemahan Juventus dilini depan dari jauh-jauh hari. Pada Part I Andai Aku Beppe Marotta kami berpendapat bahwa sebaiknya Juventus membeli seorang goal getter karena Matri tidak cocok dengan posisi target man dalam formasi 4-3-3. Akhirnya manajemen mengambil Borriello. Ia memang dipercaya sebagai goal getter yang baik karena berpengalaman sebagai target man dalam formasi 4-3-3 saat di Genoa. Namun sayangnya sampai sekarang Borriello tidak kunjung berhasil membuktikan diri. Begitupun dengan Quagliarella. Vucinic yang sekarang diplot sebagai penyerang sayap kiri sering angin-anginan apalagi bermain dengan tim medioker. Dan Pepe…well, it’s Pepe. Ujungnya Matri tidak dapat berbuat apa-apa tanpa support dari para rekan didepannya. Gol pun seret. Oleh karenanya tidak adil menimpakan seluruh kesalahan kepada satu pemain saja. Jadi betul…lemahnya lini depan bukan semata-mata kesalahan lini depan.
Jadi apa kelemahan Juventus yang utama? Jangan kaget. Kelemahan Juventus yang utama adalah justru kekuatannya sendiri. Lho???
Perhatikan ball possession Juventus. Tertinggi di Liga bukan? Perhatikan permainan Juventus dengan high pressing-nya. Sangat menekan dan menguasai pertandingan bukan?? Tentu saja. Sungguh sangat membanggakan bukan? Lini tengah Juventus sangat kuat. Bukan hanya MVP tapi seluruh pemain Juventus yang kadang memenuhi lapangan tengah untuk menguasai bola. Mereka menerapkan strategi Conte yang mewajibkan posisi para pemain saling berdekatan agar bola dapat terus mengalir kedepan. Positifnya, permainan sangat dikuasai Juventus dan peluang-peluang lahir dengan mudah. Namun justru disini kelemahannya. Justru karena seluruh pemain berkutat ditengah membuat posisi striker tunggal dalam formasi 4-3-3 menjadi terisolir. Kita sering melihat Vucinic dan Pepe berlari jauh kebelakang untuk merebut bola. Hal ini menimbulkan gap dengan Matri yang berada jauh didepan. Akhirnya mau tidak mau Matri ikut mundur untuk menjemput umpan. Lalu siapa yang menyelesaikan umpan didepan??
Conte bukannya tidak tahu akan permasalahan ini. Ia pun mencoba mempraktekkan formasi dua striker didepan tanpa harus terlalu mundur kebelakang melalui formasi 3-5-2. Hasilnya cukup baik ketika Juve dapat menang melawan Roma dan Milan walau kalah dalam penguasaan bola. Walaupun pencetak golnya bukan melulu seorang striker namun proses terjadinya gol justru diakibatkan karena lawan terlalu fokus menjaga striker yang nongkrong didepan. Hal ini dapat dibuktikan ketika Giacherini mencetak gol ke gawang Roma karena para pemain belakang Roma sibuk menjaga Del Piero dan Borriello. Del Piero sendiri mampu mencetak gol karena tidak perlu terlalu jauh menjemput bola dibelakang. Ia pun dapat dengan bebas mengutak-utik bola didepan. Demikian pun dengan gol ketiga. Quags dapat menyambut bola crossing yang dapat di tap-in oleh Matri yang sudah nongkrong disampingnya. Betul bahwa saat melawan Milan, pemain sayap yang mencetak gol. Namun itu semua karena bek-bek Milan terlalu fokus menjaga striker Juventus sehingga Caceres terlepas dari pengawalan.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya. Sebuah tim wajib memiliki strategi yang variatif. Bukan berarti dengan adanya formasi 3-5-2 ini menjadikan formasi 4-3-3 gagal total. Namun justru memperkayanya. Kadang lawan sudah mengantisipasi jika satu tim terus menerus menerapkan formasi tersebut (i.e Napoli). Oleh karenanya wajar saja jika Conte memakai formasi ini apalagi untuk mengakomodir pemain-pemain barunya. Pertanyaan lain yang muncul adalah…kapan waktu paling tepat untuk menggunakan formasi ini?
Sejujurnya paruh musim kedua ini adalah saat paling tepat untuk lebih sering menggunakan formasi 3-5-2. Lawan nampaknya sudah lebih paham untuk mengatasi formasi 4-3-3. Selain itu, performa Vucinic sering naik turun dan Pepe sedang cedera. Dilain pihak, Caceres, Giaccherini dan PDC sedang naik daun. Wajar apabila porsi formasi ini lebih sering digunakan.
Bagaimana dengan Bologna? Apakah formasi ini akan digunakan kembali saat melawan tim asal Renato Dal’Ara ini? Mereka mempunyai statistik L W D D D D dengan total memasukkan gol kegawang lawan hanya 18 kali. Ini merupakan salah satu catatan terendah di Serie A musim ini. Oleh karenanya dijamin Bologna akan menutup setiap akses menuju gawang mereka. Juventus membutuhkan gol dan hal ini tidak dapat terwujud jika kita hanya mengandalkan penguasaan bola semata.
Ada beberapa fakta lain yang menarik diperhatikan. Berikut fakta tersebut:
- Saphir Taider digadang-gadang media sebagai “The New Platini”. Pemain ini diprediksi akan tampil minggu ini. Sangat menarik karena Taider adalah pemain Bologna yang dibeli Juventus musim ini namun dibiarkan menimba ilmu dulu di Bologna. Menarik pula diperhatikan bahwa Frederik Sorensen yang kemungkinan ikut tampil karena Simone Loria diprediksi absen karena cidera;
- Dari 10 pertandingan terakhir kedua tim, Juventus memenangkan 6 pertandingan, 3x seri, dan 1x kalah atas Bologna. Pertandingan terakhir kedua tim berakhir dengan skor 2 – 1;
- Dari 5 pertandingan terakhir kedua tim, Juventus memenangkan 4 pertandingan, dan 1x seri. Pertandingan terakhir mereka, mereka menang 1 – 2 atas AC Milan;
- Sedangkan dari 5 pertandingan terakhir Bologna, Bologna meraih 1 kemenangan, dan 4x seri. Pertandingan terakhir mereka, mereka ditahan imbang Lecce 0 – 0;
- Juventus saat ini berada dipuncak klasemen dengan point 45 dari 21 pertandingan. Dari 21 pertandingan tersebut, Juventus memenangkan 12 pertandingan, dan 9x seri;
- Sedangkan Bologna berada diposisi ke-16 dengan point 22 dari 21 pertandingan. Dari 21 pertandingan tersebut, Bologna memenangkan 5 pertandingan, 7x seri, dan 9x kalah. Juventus memiliki lini depan yang cukup tajam dengan total 33 gol dari 21 pertandingan, sedangkan Bologna baru mencetak 18 gol;
- Luca Banti akan menjadi wasit minggu ini. Dia pernah memimpin pertandingan Bianconeri dengan hasil 6 menang, 1 seri dan 2 kalah. Banti akan dibantu asisten Passeri dan Copelli sementara Valeri menjadi official keempat.
Head-To-Head Bologna vs Juventus:
09 Des 2011 (CI) Juventus 2 – 1 Bologna
22 Sep 2011 (SA) Juventus 1 – 1 Bologna
27 Feb 2011 (SA) Juventus 0 – 2 Bologna
24 Okt 2010 (SA) Bologna 0 – 0 Juventus
21 Feb 2010 (SA) Bologna 1 – 2 Juventus
Lima Pertandingan Terakhir Bologna:
05 Feb 2012 (SA) Lecce 0 – 0 Bologna
29 Jan 2012 (SA) AS Roma 1 – 1 Bologna
22 Jan 2012 (SA) Bologna 0 – 0 Parma
17 Jan 2012 (SA) Napoli 1 – 1 Bologna
08 Jan 2012 (SA) Bologna 2 – 0 Catania
Lima Pertandingan Terakhir Juventus:
09 Feb 2012 (CI) AC Milan 1 – 2 Juventus
05 Feb 2012 (SA) Juventus 0 – 0 Siena
29 Jan 2012 (SA) Juventus 2 – 1 Udinese
25 Jan 2012 (CI) Juventus 3 – 0 AS Roma
22 Jan 2012 (SA) Atalanta 0 – 2 Juventus
Prediksi susunan pemain Bologna vs Juventus:
Bologna: 1-Gillet, 5-Antonsson, 90-Portanova, 84-Raggi, 75-Crespo, 15-Perez, 26-Mudingayi, 3-Morleo, 23-Diamanti, 10-Ramirez.
Juventus: 1-Buffon, 3-Chiellini, 15-Barzagli, 19-Bonucci, 4-Caceres, 26-Lichsteiner, 22-Vidal, 21-Pirlo, 8-Marchisio, 24 Giaccherini, 32-Matri.
Prediksi pasar taruhan sangat jomplang mengungguli Juventus. Sayangnya Rossoblu terbukti sering menyulitkan Juventus. Potensi kembali kehilangan poin kembali menguat. Namun semoga ketakutan ini juga menyergapi pasukan Conte agar mereka waspada dan fokus dalam menjalani tugasnya untuk membawa pulang 3 point. Juve Per Sempre!!
0 komentar:
Posting Komentar