Sumber: http://kamu-klik.blogspot.com/2012/01/membuat-menu-navigasi-dropdown-blog.html#ixzz1oPyySb00
Selamat menikmati segala berita yang ada pada kami.JHH Blog akan selalu Update berita terbaru seputar Juventus.

My Team & I : Juventus

Seorang Juvedonna yang tinggal di London, Mina Rzouki adalah seorang  Deputy Editor untuk Football Italiano dan penulis tentang Sepakbola Italia mencoba menceritakan pengalamannya dengan Juventus. Artikel yang sangat bagus, terlebih di saat-saat kelam seperti sekarang ini.

Mengapa Juventus?
Kata-kata tidak akan pernah bisa bercerita tentang cinta saya untuk Juventus dan penjelasan yang pas jarang bisa menggambarkan berbagai macam perasaan yang saya rasakan ketika saya mendengar atau melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan Bianconeri.
Saya tumbuh sebagai Laziale. Ayah saya sangat terobsesi dengan warna birunya dan saya terobsesi dengan Perluigi Casiraghi tanpa alasan yang jelas, walaupun saya berpikir kalau ia sangatlah tampan. Walau tidak pernah mencintai mereka, saya cukup loyal dan pikiran untuk mendukung tim lain pada saat itu sangatlah gila. Tetapi kemudian saya mulai menyaksikan pertandingan Juventus. Semenjak itu tanpa tersadari saya sering membeli Calcio Italia setiap Bianconeri muncul di covernya dan ketika mereka kalah dari Borussia Dortmund di 1997, secara spontan saya menangis. Sebelum saya menyadarinya, saya berselingkuh dari Lazio dan saya jatuh cinta dengan tim yang secara perlahan bertahan di hati.
Sebagai seorang yang romantis, sangatlah sulit untuk tidak langsung merasakan tarikan gravitasi dari Juventus. Mereka bukan hanya sebuah klub sepakbola, mereka adalah institusi, cara hidup, filosofi yang dipuja semua.Bukanlah sebuah tim yang membeli kesuksesan, mereka adalah tim yang membangun para juara. Pemain berebutan untuk pergi ke Turin dan mengenakan seragam hitam putih bukan untuk uang, tetapi untuk kebanggaan. Mereka tidak pernah menjadi tim yang bermain sepakbola seksi, mereka tidak beratraksi cantik untuk mendapatkan Liga Champions atau mengoper bola secara indah. Meeka adalah sebuah tim yang dibangun dengan kerja keras dan disiplin; mereka mengajarkan kita bahwa apapun dapat digapai jika kita bersungguh-sungguh. Grinta, kesungguhan dan struktur organisasi yang membuat anda takjub, Juventus adalah sebuah klub yang dibangun diatas fondasi yang kuat dan bertradisi. Mereka mempercayai Italia, sebagai calcio bukan sepakbola, dan mendapatkan kehormatan untuk merepresentasikan negaranya dan visinya dalam sepakbola, tidak jarang menjadi tulang punggung dari Azzuri. Tidak terinfuensi sepakbola indah seperti total football atau Brazilian Samba, mereka bekerja tanpa lelah selama banyak decade untuk mempromosikan gaya Italia dan yang paling penting – mereka berhasil.
Saya menyadari mengapa banyak orang memilih untuk mendukung Milan atau Real Madrid misalnya. Tim-tim yang diisi oleh banyak pemain kelas dunia yang bermain sepakbola sensual dan dilatih oleh orang-orang yang merevolusi cara bermain indah. Tetapi saya lebih menyukai cara Juve yang menurunkan pejuang-pejuang untuk 90 menit yang tak kenal lelah bertarung demi kebanggaan Juve dan untuk legacy yang harus selalu dijaga. Bayangkanlah Miroslav Klose di timnas Jerman dan kalian akan melihat cara Bianconeri bermain di setiap pertandingan—mereka berubah menjadi pahlawan.
Saya tidak bilang kalau kita juga tidak memiliki talenta yang luar biasa. Nama-nama seperti Platini, Nedved, Boniperti dan Baggio adalah para juara yang membuat para fans di dunia terpukau. Tetapi Juventus seringkali menginvestasikan banyak waktu dalam menumbuhkan talenta muda, mengeluarkan uang lebih sedikit dari tim besar lainnya.Tradisi adalah hal yang membuat tim saya berbeda. Pelatih bertahan untuk bertahun-tahun, pemain-pemain menjadi terbiasa untuk bermain bersama dan profit selalu didapatkan dengan pembelanjaan yang pintar. Hampir semua itu dapat kita bilang adalah jasa dari satu keluarga dan secara particular seorang pria yang paling mendekati seorang Royal yang pernah dimiliki Italia. Diluar dari kekayaannya yang luar biasa dan darah biru yang mengalir di tubuhnya, Juventus membuat hatinya luluh dengan cara yang tidak normal. Sampai hari ini saya masih tidak bisa melupakannya dan menangisi kepergiannya dari dunia ini, apalagi kalau kita melihat apa yang sudah terjadi semenjak ia pergi – Calciopoli, managemen yang buruk dan tim yang kurang membanggakan.
Walaupun bagaimana, ini adalah tim saya dan sampai kapanpun saya akan selalu setia. Juventus selalu ada semenjak saya kecil, ketika saya melewati masa-masa aneh saat remaja, awal dari kehidupan dewasa hingga sekarang saya memasuki masa-masa keemasan. Tentu saja kilau yang membuat saya jatuh cinta untuk pertama kalinya sedikit meredup seiring bertambahnya umur, tetapi pertandingan seperti ketika melawan Milan mengingatkan saya bahwa Juventus masih ada dan filosofinya masih terus terlestarikan.
Pemain Favorit?
Tanpa ragu-ragu, jawabannya adalah Gaetano Scirea. Banyak yang akan angkat bicara bahwa Juventus memiliki banyak pemain yang lebih baik dari sang sweeper tetapi kalian akan kesulitan untuk memikirkan satu nama yang lebih pas mengenakan seragam Bianconeri daripada pria yang satu ini. Ia adalah contoh sempurna dari Lo Stile Juve – ia mengerti sepakbola dan menyimpan kebaikannya sepanjang karirnya.
Elegan, sangat teknikal dengan pemahaman taktik yang sangat baik, sang bek merubah posisi sweeper menjadi sebuah seni. Ia banyak digadang-gadang sebagai pemain yang paling bisa diandalkan Azzuri ketika Piala Dunia tahun 1982 dan sentuhan terukur dan kemampuan menyerangnya membantu Juve menjuarai berbagai trofi. Tetapi jiwa kemanusiaannya lah yang mengukir namanya didalam hati saya. Ada sebuah cerita tentangnya yang membuat saya menangis seperti anak kecil. Jadi suatu waktu lalu, setelah merayakan satu kemenangan besar untuk Juventus, ia merasa bersalah ketika pagi harinya melihat beberapa kuli berjalan untuk bekerja sementara ia baru pulang setelah berpesta. Apakah masih ada pemain seperti ini? Sedihnya tidak ada lagi. Berhati baik, rendah hati dan paling diingat karena tidak pernah sekalipun mendapatkan kartu merah, kematiannya yang mendadak menimbulkan kesedihan yang luar biasa.
Momen Favorit?
Mungkin kalian akan mengira kalau saya akan bercerita ketika Juventus menghancurkan lawannya, tetapi kemenangan menjadi hal yang lumrah sehingga momen favorit saya justru ada di aspek yang lainnya. Momen favorit saya adalah final Liga Champions tahun 1997-98 melawan Real Madrid. Juventus ketika itu berhasil masuk final Liga Champions untuk ketiga kalinya secara berturut-turut dan merupakan tim terhebat di Eropa pada saat itu. Mereka berhadapan dengan tim yang terakhir menjuarai Liga Champions tahun 1966. Bianconeri turun ke lapangan dengan tulisan “1-0” tertulis di masing-masing punggung tangan pemain dengan tinta. Foto ini menceritakan semuanya. Itu adalah juve, tim yang menang dengan skor 1-0, tim yang mempunyai mental kemenangan.
Reaksi para pemain Real Madrid ketika melihat tato itu tidak akan pernah saya lupakan. Itu memprovokasi mereka dan saya berpikir bahwa provokasi itulah yang membawa mereka menjadi juara. Mereka mengalahkan kita dengan skorline yang sama persis, 1-0 tetapi melihat Di Livio bertarung diatas lapangan dengan harapan kita akan mendapatkan kemenangan itu sangatlah menyentuh. Semua tim ingin mengalahkan Juventus dan semua berubah menjadi petarung ketika berhadapan dengan kita.
Jersey favorit?
Agak susah untuk memilih jersey mana yang terbaik yang pernah dipakai Juventus. Satu yang tak lepas dari ingatan adalah jersey Kappa berwarna Biru yang dikenakan ketika kita mengalahkan Ajax di partai final Liga Champions tahun 1995. Saya ingat dengan jelas foto Di Livio mengangkat trofi CL diatas kepalanya hanya dengan memakai pakaian dalam dan jersey birunya dan image itu akan terus terukir di kepala saya.
Hal yang paling saya suka dari jersey itu adalah bintang di masing-masing lengan, satu bintang mewakili 10 scudetti . Dan yang paling tidak saya suka adalah logo Juventus yang tidak terlalu terlihat.
Saya juga menyukai jersey pink tahun 1997 walaupun banyak orang bilang itu adalah salah satu jersey terburuk yang pernah dikenakan Juventus. Ketika Juventus pertama dibentuk, kita menggunakan jersey berwarna pink sebelum berganti warna menjadi hitam putih yang diinspirasi oleh Notts County. Jadi untuk alasan sejarah, saya sangat menyukai jersey pink itu. Itu merupakan symbol dari masa lalu dan juga terlihat sangat Italia. Liberal dan sangat fashionable jika dipakai di jalanan.
Hal Terburuk Menjadi Fans Juventus?
Tentu saja hal terburuk adalah orang-orang selalu membawa nama Calciopoli setiap membicarakan tentang Juventus. Karena hal ini semua kemenangan dan trofi yang Juve dapatkan di masa lalu seakan-akan diragukan keabsahannya karena apa yang terjadi di 2006. Sangatlah naïf dan terkadang menyebalkan.
Tetapi sebenarnya hal yang paling saya tidak sukai menjadi seorang Juventina adalah perilaku para fans Juventus secara garis besar. Berbicara dengan seorang teman saya di Sky Italia, ia bilang ia tidak bisa mentolerir betapa sinis fans Juventus di Italia. Hanya dibutuhkan 2 kekalahan berturut-turut untuk membuat para fans mengamuk dan ingin membakar stadion, memecat managemen dan mengeluh. Kesabaran tidak lagi menjadi suatu hal penting dan sepertinya ada keraguan dari para fans dengan Project yang dicanangkan managemen Juve.
Tentu saya tidak menyalahkan mereka karena saya juga merasakan apa yang mereka rasakan di beberapa tahun terakhir, tetapi kadang menyebalkan untuk selalu berpikir negatif sebagai seorang suporter. Saya menyukai bagaimana para Milanista mendukung timnya walaupun ada beberapa kekurangan dalam skuadnya dan bagaimana para Romanista membuat plan liburan mereka diantara jadwal bermain Roma. Sementara Juventini belakangan ini seperti berdiri di bebayangan menunggu untuk menyerang managemen ketika mereka membuat kesalahan.
Saya suka bagaimana ketika saya pergi menyaksikan Juventus bermain di Craven Cottage, para fans berdiri bertepuk tangan untuk Fulham. Saya ingin melihat itu lebih sering lagi, dan juga saya ingin melihat mereka mempunyai lebih banyak kepercayaan di managemen yang sekarang. Jika anda tidak punya kepercayaan, lalu dimana poinnya?
Pertandingan favorit?
Tanpa keraguan lagi kemenangan 3-1 atas Real Madrid di semifinal Champions League tahun 2003. Ketiga gol dicetak oleh 3 pemain favorit saya di beberapa tahun terakhir dengan cara yang spektakuler: Trezeguet, Del Piero dan Nedved. Ketika itu saya tinggal di Madrid dan saya menyaksikan pertandingan itu di salah satu bar terbesar yang berdedikasi untuk Real Madrid dan itu adalah pertama kalinya saya menaruh Juventus diatas keselamatan saya sendiri!
Lima menit pertama dari game itu sangatlah menentukan saat Juventus masuk ke mode menyerang dan sudah menghantui Madrid dari menit awal pertandingan. Di menit ke-11 Juventus sudah unggul terima kasih kepada poacher terbaik kita dengan bantuan dari Del Piero. Duet itu mencapai puncak kesusksesannya malam itu. Sementara semuanya seperti salah dengan Real. Cambiasso dan Casillas bisa melakukan lebih untuk menjaga gawangnya agar tidak kebobolan, Raul gagal mencetak gol di kesempatan yang sangat mudah ketika berhadapan one-on-one dengan Buffon dan tendangan bebas Figo melambung ke atas gawang ketika itu bisa saja menjadi penyama kedudukan.
Juventus mencapai puncak kemampuan mereka dan merupakan suatu tim yang dikagumi. Koordinasi yang brilliant, pergerakan yang sempurna, dan yang paling mengesankan… Del Piero mungkin mencetak salah satu gol terbaik sebelum babak pertama usai. Itu adalah Il Capitano dalam performa terbaiknya ketika ia mengalahkan dua bek Real untuk kemudian menendang bola rendah untuk mencetak gol kedua Juventus dan seluruh stadion bergemuruh. Sementara Los Galacticos mendapatkan kartu merah dan para pemainnya berselisih dengan siapa saja.
Babak kedua mulai dan Juventus masih berada di elemennya sendiri, sementara Real makin tenggelam dalam depresi. Ronaldo tidak dapat berbuat apa-apa dan Figo menendang salah satu penalti terburuk dan Buffon berhasil menyelamatkannya. Jantung saya makin berdebar-debar. Kemenangan atas tim yang terisi penuh oleh bintang-bintang sepakbola dunia ada di depan mata. Saya yakin Zidane berharap ia masih seorang Bianconero…
Montero dengan anehnya terus berada di lapangan walaupun mendapatkan banyak kartu kuning sambil melakukan ekspresi orang jahatnya. Kemudian datanglah operan itu, oh operan itu dari Zambrotta kepada Nedved yang menghajar bola tersebut untuk mencetak gol ketiga Juve. Saya tidak begitu ingat apa yang terjadi setelah itu – mungkin saya terlalu senang hingga pingsan atau mungkin dipukul oleh seorang Madridista. Saya tidak masuk kuliah untuk beberapa hari kemudian karena takut euforia itu akan hilang. Tetapi saya ingat, dan ini membuat saya tersenyum, Lippi membuat pergantian pemain setelah gol Nedved agar kita lebih defensif (kita adalah orang Italia pada akhirnya) tetapi Juventus tetap mengontrol pertandingan. Saya cuma berharap Ferrara bermain di pertandingan itu.
Kemenangan dengan cara inilah, ketika tim bermain sebagai suatu unit, menghargai satu sama lain dan menggunakan grinta dan skill untuk meruntuhkan raksasa yang meyakini saya untuk menjadi Juventina sepanjang hidup.
Mengapa orang lain mendukung tim lain?
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Juventini Hura-Hura 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all